Selasa, 16 Mei 2017

Apakah Indonesia menganut Trias Politica (Montesqioueu) yang kaku ?

Oleh ; Yosafat N. Manullang

            Indonesia merupakan Negara yg menganut paham trias politica yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa cabang pemerintahan dibagi atas 3 kekuasaan yaitu :
·        Kekuasaan legislative yaitu DPR.UUD  1945 Pasal 20 ayat 1 sudah tertulis “memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.
·        Kekuasaan eksekutif yaitu presiden.UUD 1945 Pasal 4 ayat 1 menyatakan  “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar”.Secara implicit kita dapat memahami bahwa presiden melaksanakan tugas dan wewenangnya menurut undang undang yang berlaku.
·        Kekuasaan yudikatif yaitu MK & MA.UUD 1945 Pasal 24 ayat 1 sudah jelas menyatakan institusi tersebut “Kekuasaan kehakiman  merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan gune menegakkan hukum dan keadilan
         
   Berdasarkan diskusi dan pelaksanaan mata kuliah timbul niat bagi saya untuk memberikan ulasan apakah Indonesia menganut trias politica yg cenderung kaku(Murni) atau fleksibel(tdk murni).Dari sini saya menilai bahwa;
Konsep trias politica  merupakan sebuah konsep Barat.Sedikit pengetahuan saya Ia lahir mulanya akibat keinginan kaum bangsawan & pemilik modal di Eropa Barat untuk membatasi kekuasaan raja(monarkimen). Konsep trias politica yg kini mainstream di dunia adalah versi Montesquieu,jika ingin mengetahui lebih lanjut contoh Negara yg menganut trias politica ini silahkan browsing karena disini saya akan  lebih membahas lebih spesifik mengenai Keabsahan trias politica yang berlaku hingga detik ini di NKRI. Indonesia menganut pemisahan kekuasaan ala Montesquieu,tetapi ada sedikit perbedaan.
Montesquieu menghendaki pemisahan yang ketat(zakelijk).Sementara banyak Negara-negara di dunia,utamanya di Negara dengan demokrasi yang belum mapan(seperti Indonesia),trias politica yang berlaku bukan pemisahan melainkan pembagian. Sehingga  antara ke-3 lembaga tersebut mempunyai hubungan yg erat dalam menjalankan roda pemerintahan.

 Presiden adalah eksekutif yang mendistribusikan kekuasaan baik kepada Yudikatif(Mahkamah Agung & Pengadilan-pengadilan dibawahnya ) serta Legislatif(pengangkatan anggota parlemen).Dengan itu saja,presiden hadir selaku lembaga eksekutif yang superior ketimbang dua lembaga trias politica lainnya didukung juga oleh system presidensiil.
Sedikit Referensi yang menguatkan bahwa Indonesia menganut trias politica fleksibel menurut saya yg sejauh ini diketahui :
·        UUD 1945 Pasal 5 ayat(1),UUD 1945 Pasal 5 ayat(2) ; Terkait Eksekutif dlm hal ini presiden dan wapres mengajukan RUU dan menetapkan PP
·        UUD 1945 Pasal 7A dan Pasal 7B ayat (1) hingga (7); Terkait pemakzulan dan/atau pemberhentian Presiden oleh MPR atas usul DPR dan kemudian diajukan ke Yudikatif yaitu kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,mengadili,dan memutus.
·        UUD 1945 Pasal 11 ayat(1) sampai (3); Hubungan Internasional presiden harus atas persetujuan DPR (Perjanjian Internasional,menyatakan perang)
·        UUD 1945 Pasal 14 ayat (1) dan (2); Terkait pemberian grasi dan rehabilitasi oleh presiden dgn memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung juga Amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
·        UUD 1945 Pasal 20 ayat(1) sampai (5) ; Terkait pembentukan UU ,persetujuan bersama presiden terhadap rancangan UU
·        UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) sampai (3); Presiden menetapkan Perppu dgn persetujuan DPR.
·        UUD 1945 Pasal 24 ayat 1; Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang  Merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan yg dimaksud Merdeka ada di UU no.4 tahun 2004 ttg kekuasaan kehakiman adalah bebas dari intervensi ekstra yudisial.
·        UUD 1945 Pasal 24A ayat (1) dan ayat (3); terkait keberhakan pengeujian Peraturan Perundang-Undangan dibawah UU thdp UU dan serta Perekrutan calon hakim diusulkan KY kepada DPR utk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.
·        UUD 1945 Pasal 24B ayat (3); Terkait anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh presiden dgn persetujuan DPR.
·        UUD 1945 Pasal 24C ayat (2) dan (3) ; Terkait MK memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau wapres menurut Konstitusi. Juga dlam perekrutan Hakim MK yang ditetapkan oleh Presiden,yg diajukan masing-masing 3 org oleh MA, 3 org oleh DPR dan 3 org oleh Presiden.

 Berangkat dari  beberapa referensi diatas saya dapat menyimpulkan bahwa Indonesia menganut system trias politica tetapi tidak murni kita ambil  1 contoh dari atas; Lembaga eksekutif kita tidak hanya semata-mata sebagai pelaksana UU saja dalam UUD 1945 pasal 5 menyatakan presiden berhak mengajukan undang-undang, namun kekuasaan pembentuk UU ada pada DPR dan jika dikaitkan dengan ajaran trias politika murni seharusnya presiden sebagai eksekutif tidak dapat mencampuri dalam hal pembuatan UU,Karena walaupun Dalam konstitusi kita dimungkinkan presiden untuk mengajukan RUU,juga presiden dapat membuat Perpu yang nantinya akan menjadi UU apabila DPR menyetujuinya sebagai,dan jika tidak maka Perpu tersebut harus dicabut.
Menurut tinjauan Filosofis Kenegarawanan saya,salah satu factor pendukung kenapa Indonesia tidak menganut trias politica yang kaku adalah masyarakat Indonesia yang menjujung tinggi nilai-nilai kebudayaan adat musyawarah utk mencapai mufakat serta pembagian kerja pemerintahan yang hendak disesuaikan dengan prinsip
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
Atas dasar sila ke-4 Pancasila saya mengatakan Indonesia masih tidak mendekati Trias Politica murni dan didukung oleh 45 butir-butir Pancasila yg lebih spesifik terdapat di sila ke-4 butir ke 3”Mengukatamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama” dan butir selanjutnya.Kemudian juga setiap lembaga (legislative,eksekutif,yudikatif) dalam kerja sehari-hari tidaklah berdiri sendiri.Mereka baru bias bekerja jika saling bekerja sama satu dengan yang lain( Lewat musyawarah berupa rapt-rapat,sidang-sidang,dan sejenisnya).
Berdasarkan Kajian diatas timbul sedikit kekhawatiran dari saya setiap badan dalam trias politica menjadi poliarki-poliarki yang saling bersaing satu sama lain,Namun Kekhawatiran ini saya rasa wajar akibat setiap badan diasumsikan otonom punya kewenangan spesifik yg setiap badan dalam trias politica saling bergantung satu sama lain.Padahal secara teoritis setiap badan dalam trias politica saling bergantung satu sama lain.

  Menurut paradigma saya ,biasa kita lihat di media massa maupun elektronik.Di Indonesia misalnya,DPR bersikap “asal kontra”, Presiden”Tumpul dalam eksekusi”, Mahkamah “Mengalami Disorientasi” ini merupakan ekses dari trias politica .Padahal sekali lagi,dalam Trias Politica kondisi yang diharapkan terjadi adalah “check and balances” bukan dominated.Kembali ke paling awal tadi Trias politica sendiri lahir dari hubungan konfliktual antara kaum bangsawan dengan raja. Trias politica adalah Produk solutif atas konflik dan suatu upaya mencapai equilibrium.

Rasionalisasi ; Menghabisi Korupsi



Oleh ; Yosafat N. Manullang

Berbicara mengenai moralitas tentu itu berkaitan dengan fungsi dari keluarga , fungsi dari orang tua untuk mendidik sesuatu yang seharusnya pada anak-anaknya, fungsi dari pranata-pranata sosial seperti lembaga pendidikan, lembaga keagaamaan melalui para ulama,para tokoh-tokoh agama untuk menjaga akhlak (moralitas) umat. Jadi, persoalan korupsi tidak akan terselesaikan kalau mentalitas dan system tersebut tidak kita benahi.

Kadangkala saya melihat dari media massa,ruang public, maupun rekan-rekan sekitar ,mereka berkata “ganyang koruptor,tangkap koruptor”. Kata-kata tersebut tentu menjadi nyanyian yang merdu bagi telinga kita apalagi golongan yang proaktif terhadap pemberantasan Tipikor di negri ini. Namun,ada logika bengkok yang mesti diluruskan. Jadi, kalau kita nangkapin orang saja, penjarakan orang, menghukum orang, mempidanakan orang, barangtentu penjara jadi penuh, tapi menurut hemat saya korupsi tidak akan pernah berkurang karena kesalahan dari suatu system itu.

Contoh sederhana; tiap hari kita berteriak menyatakan “anti korupsi!,stop korupsi!”. Tapi kita membuat kebijakan-kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang membuka peluang terjadinya korupsi. Misalnya, penyelenggaraan pemilukada. Pemilukada memang sudah menjadi suatu hal yang serius, pemilihan ini mulai dari Presiden ,Gubernur ,Walikota, bahkan kepala desa itu dipilih langsung oleh rakyat (1 orang ,1 suara). Walaupun tiap hari sudah banyak kritik,karena kenyataannya partisipasi rakyat dalam pemungutan suara pemilukada itu ada yang sudah dibawah 50% jadi memang sudah tidak menarik minat masyarakat, tetapi untuk kampanye biayanya besar sekali, untuk pasang baliho, bakti sosial,untuk melakukan macam-macam kampanye itu biayanya sangat besar, jadi bayangkan untuk menjadi bupati itu orang bisa habis sampai 50,75, bahkan 100 Miliar untuk kampanye jadi kepala daerah. Rakyat kemudian dikasih uang, sembako, supaya milih, jadi di satu pihak kita antikorupsi, tapi itu kita buat system yang sebenarnya membuka peluang lebar-lebar terjadinya peluang untuk melakukan korupsi. Apabila calon itu menang jadi Kepala Daerah, tentu dia harus berpikir bagaimana caranya mengembalikan uang kampanye yang lalu,sebab gaji kepala daerah(Bupati) itu cuman berapa per-bulan? Mungkin tak sampai 10 juta, tunjangannya berapa. Akhirnya, perilaku koruptif itu marak terjadi. Relevansinya dengan tindak pidana korupsi, sekarang ini cara kita menangani korupsi justru hanya dengan law enforcement , tangkap orang, seret orang ke meja hijau. Secara hukum itu memang harus dilakukan, mereka yang melakukan kejahatan harus diambil suatu langkah hukum yang tegas agar tercapai keadilan dan kepastian, tapi yang juga perlu kita pikirkan,yang perlu kita laksanakan dalam negara ini adalah membangun system yang kuat.

Kalau kita cuman menangkap orang, begini misalnya; ada jalan rusak, tiap hari banyak kendaraan lewat disitu,banyak orang jalan,banyak orang menyebrang, tapi pemerintah tidak pernah memperbaiki jalan itu dibiarkan rusak, nanti disitu disediakan ambulans,dokter,paramedis terus kalau ada orang ditabrak dan kecelakaan, orang dinaikkan ke ambulans, dibawa ke RS. Atau misalnya ; disuatu daerah terkena wabah penyakit malaria,yang dilakukan apa ? drop pil-kina banyak-banyak, drop banyak obat,paramedis , bangun puskesmas sampai ke desa-desa lantas kalau sudah digigit nyamuk kena malaria akhirnya diobati, tapi inti persoalannya adalah bagaimana memberantas nyamuk malaria itu supaya tidak berkembang.

Oleh karena itu, ini sangat tergantung bagaimana sang creator system dalam konteks ini berarti sang pemimpin. Tentu pemimpin yang harus paham betul bagaimana caranya menata kehidupan bernegara kita. Kalau hanya mengandalkan popularitas,supaya perasaan orang senang itu mungkin tidak bisa menyelesaikan persoalan bangsa dan negara ini,karena negara ini bukan soal sim-salabim” dipimpin si X terus beres. Negara ini harus dipikirkan secara mendalam konsepnya seperti apa yang harus dijalankan dan kemudian ketika sudah memegang kekuasaan,bagaimana dia menjalankan kekuasaan negara untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih baik untuk dapat membatasi, meminimalisasi, bahkan menghabisi korupsi itu. Yang juga harus kita cermati dengan sungguh-sungguh adalah pemberantasan korupsi itu harus dilaksanakan bukan saja oleh institusi(lembaga) yang memang konsisten dan bebas dari kepentingan dan hal-hal lain, artinya lembaga itu memang murni lembaga untuk menegakkan hukum,sekarang kita punya Kejaksaan,Kepolisian, dan KPK yang lebih lex specialis. Jangan sampai penindakan korupsi itu dilakukan dengan cara-cara yang sebenarnya korupsi juga, aparat penyidiknya, pimpinannya itu betul-betul harus di awasi dan bersih sebab hukum itu bisa bahaya kalau diserahkan kepada orang-orang yang inkompeten dan amoral ditambah lagi pengawasan yang tidak ketat dan inkonsisten itu hingga muncul yang disebut “maling teriak maling”. Ini harus kita cermati sungguh-sungguh jangan sampai penegakan hukum itu dicampuri oleh faktor-faktor politik, faktor kepentingan ekonomi, sentimen pribadi,dan sebagainya itu harus dijauhkan.
Bagaimana menurut saudara-saudari ?

Senin, 15 Mei 2017

Naturalisme dan Positivisme ; Hukuman terhadap Bandar Narkoba

Segera Eksekusi Mafioso Narkoba 

- detikNews


Jakarta - Jaksa Agung didesak masyarakat untuk segera mengeksekusi mati mafioso narkoba atas kejahatan terorganisir dan sistematis yang dilakukannya. Hal ini menyusul ditolaknya kasasi sehingga vonis mati yang disematkan kepadanya berkekuatan hukum tetap.


"Setuju (langsung dieksekusi mati)," kata Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), dalam pesan pendeknya kepada detikcom, Selasa (10/9/2014).

Kegeraman terhadap ulah bukannya tanpa alasan. Sebab selama di penjara di LP Cipinang,  bisa mengendalikan peredaran narkoba se-Asia. Dengan tidak segera ditembak mati, dikhawatirkan  kembali mengulangi perbuatannya.

Hal senada juga diungkapkan akademisi Universitas  Menurut kasasi merupakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.


"Sebaiknya begitu. Ada ketegasan hukum. Apa artinya ketegasan hukum kalau sampai tidak sampai pelaksanaan," ujar mantan calon hakim agung itu.

Pada Juli 2013 lalu, dijatuhi hukuman mati oleh PN Jakbar.  terbukti mengimpor satu juta pil ekstasi dari China. Hal ini merupakan ulah yang kesekian kalinya. Bahkan menurut teman perempuan , malah membuat pabrik sabu di dalam LP.

Selain divonis mati, hakim juga mencabut ketujuh hak yaitu:

1. Hak berkomunikasi dengan gadget apa pun
2. Hak untuk menjabat di segala jabatan
3. Hak untuk masuk institusi
4. Hak untuk memilih dan dipilih
5. Hak untuk jadi penasihat atau wali pengawas anaknya
6. Hak penjagaan anak
7. Hak mendapatkan pekerjaan


Putusan ini lalu dikuatkan oleh tingkat banding. Saat mengajukan kasasi, Mahkamah Agung (MA) pun bergeming. Ketua majelis dengan anggota menolak permohonan kasasi 



ANALISIS 

Ditinjau dari hukum alam:

Hukuman mati itu bukan untuk menyatakan kejahatan,bukan untuk membalas duka korban karena keadilan tetap harus ditegakkan tetapi penolakan hukuman mati itu bersifat sangat prinsipil adalah mendorong Indonesia untuk masuk di jalan penghapusan hukuman mati dimana memang dalam arus besar upaya umat manusia untuk terus menerus mengurangi kekejian manusia dalam proses penghukuman.Penghukuman memang merupakan pelanggaran HAM tetapi arus besar setelah ratusan tahun itu jenis dan cara menghukum orang itu terus dikurangi agar tidak menjadi penghukuman yang keji dan merendahkan harkat martabat manusia,tentu ada argument yg sangat prinsipil tentang hak hidup
1.      dimana dalam konstitusi kita adalah hak yang tidak dapat dikurangi
2.      dimensi proses hukum dimana umat manusia memang menyatakan bahwa mendorong upaya penghapusan hukuman mati ,tetapi agar hanya ditetapkan pada kejahatan sangat berat
3.      apabila hukuman mati itu diterapkan dia harus memenuhi persyaratan proses hukum sangat adil.

Bangsa yang beradab dan Negara yg beradab adalah bangsa yang menetapkan konstitusi sebagai nilai hukum tertinggi disitu semua cara pandang harus diletakkan secara konstitusional.Konstitusi Indonesia sudah meletakkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dlm kondisi apapun konsekuensinya hukuman mati sepantasnya perlu diganti hukuman seumur hidup oleh karena itu penerapan hukuman mati di Indonesia adalah satu tindakan yang bertentangan dengan konstitusi. Hukuman mati adalah jenis hukuman yg tidak bisa dikoreksi sementara system peradilan di Indonesia masih penuh dengan persoalan korupsi ,rekayasa kasus,masih sering kita lihat.Dalam konteks itu kecenderungan untuk terjadinya kesalahan didalam menghukum seseorang sangat mungkin terjadi ,Persoalannya adalah ketika hukum sudah diterapkan(hukum mati) maka org yg sudah ditetapkan sudah tidak bisa dikoreksi/dihidupkan kembali,itu persoalan dari hukuman mati.

Bandar narkotika ialah mereka yang memang pantas dihukum tapi mereka adalah orang yang memang tidak beradab dan biadab atas dasar itulah Negara (hukum) tidak perlu berlaku sama biadabnya seperti mereka dengan melakukan tindakan yg sama seperti mereka dalam hal ini melakukan pembunuhan melalui eksekusi mati. Dalam konteks itu kalau Negara melalukan sama seperti mereka membalas dendamkan dengan memberikan hukuman mati sama saja Negara berada dalam posisi yang sama dengan terpidana. Para Bandar narkotika itu harus tetap dihukum tapi seumur hidup ,namun kita harus melihat bahwa faktor terjadinya kejahatan bukan hanya pada subjek,bisa berbagai macam faktor,dalam konteks itu tidak serta merta subjek menjadi beban,persoalan Negara,kejahatan dalam masyrakat itu memengaruhi juga,Mereka dalam subjek pelaku semata mata bukan hanya pada subjek bersalah tetapi karena ada factor lain yg memengaruhi, nah Negara hanya melihat kejahatan itu akibat si subjeknya itu tidak melihat ada factor factor lain termasuk negara itu,gagal dalam mengantisipasi kejahatan itu.Penghukuman terhadap subjek tidak serta merta mengurangi tindak laku kejahatan,ada factor lain yg memengaruhi,nah factor factor itu yg harus ditangani oleh Negara.Dalam system pidana kita kecenderungan salah dalam  memutuskan itu pasti ada ,akan ada mungkin dan selalu mungkin kecenderungan system peradilan pidana itu salah. Karena itulah hukuman mati tidak pantas dilakukan,Hukuman mati juga tidak serta merta member efek jera, lebih pantasnya melakukan pendidikan pada terpidana.


Ditinjau dari hukum positivisme:

Kita tidak pernah terpikirkan bagaimana biadab dan sadisnya apa yang dilakukan oleh si terpidana ,Kita hanya selalu melihat kasihan ini orang tapi tidak pernah membayangkan dampak dari perbuatan yg dilakukan dari si terpidana itu ,Kemudian kita menyalahkan sistem peradilan bahwa masih ada kasus salah hukum (mal-punishment). Kalau kita lihat kasus perkasus jika satu proses peradilan sesat,alangkah baiknya itu tidak boleh di generalisir untuk menghapuskan hukuman mati tersebut . Bandar narkoba sudah dijatuhi hukuman mati saja sebelum dieksekusi masih mengendalikan bisnis narkotikanya didalam penjara dan dilakukan oleh para terpidana mati yang belum dieksekusi,Katakanlah 11 orang dieksekusi 11 orang itu saya pikir tidak akan menghancurkan bangsa ini apalagi mereka yg rata-rata dari bangsa lain dan sindikat-sindikat. Sementara akibat bagi bangsa kita,kita akan kehilangan semua generasi  dan sekarang setiap hari 50 org anak bangsa yang meninggal ,saya memilih menyelamatkan bangsa kita ketimbang isu-isu internasional yg “mengecam”. Selalu yang menjadi tameng bagi para pelaku /pelaksana  bahkan penggiat anti hukuman mati bahwa kita tidak beradab bahwa kita Negara yang tertinggal ,bahwa kita akan dikecam dan dikritik. 

Perlu diingat bahwa kita mempunyai kedaulatan, bangsa asing sama sekali tidak mempunyai hak mencampuri system hukum dan kedaulatan di Negara kita .Persepsi yang salah bahwa hukuman mati selalu dikaitkan dengan balas dendam sebetulnya justru untuk memulihkan/menyantuni rasa keadilan masyarakat. Jadi kita tidak boleh melihat hanya dari rasa keadilan si terpidana Tapi kita harus melihat juga rasa keadilan dari korban ,Dalam kejahatan narkotik korbannya itu  bukan 1 atau 2 keluarga ,TETAPI SEBUAH BANGSA,demi menyelamatkan Negara apasih artinya nyawa 1 orang(gembong narkoba itu). Memang ada kesan kita tidak memperdulikan nyawa itu tapi kalau boleh saya katakan iya karena mereka tidak memperdulikan keselamatan dari bangsa kita.jika dibandingkan dengan keselamatan jutaan anak negri.
Kalau memang harus melihat factor factor lain tapi gembong narkoba ini sindikat jadi mereka sudah mempunyai tujuannya untuk menghancurkan bangsa dengan cara yang konsepsional dan sistematis. Kalau kita memang betul-betul memahami dampak yang fatal bagi bangsa kita “persetan dengan hapus hukuman mati”.Bahkan kita harus mendesak kejaksaan untuk menjatuhkan hukuman mati khususnya Bandar narkotika seperti dalam contoh kasus yang saya ambil.

Dalam UU tentang Hak Asasi Manusia sendiri boleh menghilangkan nyawa orang contohnya bayi yg berada dalam kandungan yg sudah bernafas boleh dihilangkan/digugurkan demi keselamatan sang ibu,banyak orang mengatakan kita tidak pernah punya mandat utk mencabut nyawa manusia memangnya hakim yang mencabutnya nyawa orang itu ? Bukan ,tetapi Tuhan juga yang mencabut nyawa orang itu .Betul ada ketentuan hak untuk hidup tidak bisa dikurangi (pasal 28i) tapi pasal 28j ayat 2 mengatakan semua hak asasi itu bisa dikurangi jadi berdasarkan penafsiran sistematis tidak ada yang tidak bisa dikurangi .Akan bahaya jika tidak ada hukuman mati bahayanya itu orang jadi biasa melakukan kejahatan seperti narkoba, itu sudah merusak dirinya sendiri juga sudah merusak bangsanya,mengaku sembuh tapi setelah tanpa pengawasan barang-barang perabotannya dijual jual lagi untuk membeli narkoba. Jadi hukuman mati itu bukan tidak beradab tapi justru menyelamatkan  peradaban. Kalau bicara soal rekayasa ,ada atau tidak ada hukuman mati itu rekayasa tetap ada  tapi rekayasa itu hanya beberapa persen bisa dihitung. Jadi, dari sekian ribu perkara paling hanya 2 atau 3 saja yg terkena rekayasa. Kalau dalam proses banding, kasasi, PK sudah berjalan dengan kritis ,analitis dan tajam tidak ada salahnya hukuman mati itu dilakukan.

MENGURAI EPISTEMOLOGI PENYEBAB KORUPSI



Oleh : Yosafat N.Manullang
Suatu masalah yang sangat penting,sangat fundamental, sangat serius dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia ,persoalan itu adalah persoalan “Korupsi”. Kemudian timbullah berbagai pertanyaan seperti, bagaimana kita memberantasnya ?,bagaimana cara menanganai korupsi itu?, bagaimana kita menghabisi korupsi di negeri ini supaya negeri ini menjadi sehat,menjadi baik, dana dana yang bisa diselamatkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat,bangsa dan negara?

Memang persoalan korupsi itu bukanlah suatu persoalan yang baru dalam sejarah bangsa Indonesia,korupsi sudah mulai terjadi kira-kira tahun 1958, baru beberapa tahun setelah merdeka. Kemudian menjadi sangat serius tatkala terjadi peralihan kekuasaan kepada pemerintahan orde baru dimana pada waktu itu tahun 1971 pemerintah sudah membuat UU Tipikor yang pertama namun pelaksanaannya sama sekali inkonsisten,sehingga korupsi pada waktu itu dianggap sebagai masalah yang serius hingga pada akhirnya mendorong terjadinya gerakan reformasi pada tahun 1998. Pada waktu masuk di era reformasi,Indonesia mempunyai suatu tekad yang sangat kuat agar korupsi betul-betul diberantas, karena itu UU no 3 tahun 1971 kemudian diamandemen pada tahun 1999 menjadi UU no 31 tahun 1999 dan terakhir di amandemen lagi pada tahun 2001 menjadi UU no 20 tahun 2001 yang memuat ketentuan-ketentuan tentang pemberantasan korupsi yang jauh lebih keras dibanding keadaan-keadaan sebelumnya. Dimasa reformasipun kita menyaksikan pemerintahan berganti dari orde baru ke orde yang lebih baru lagi yang kita sebut “Reformasi” . Tetapi persoalannya sekarang adalah bahwa ada kecenderungan korupsi meningkat justru terjadi pada masa pemerintahan Yang cenderung oligarkis. Pertanyaannya adalah “apasih penyebab korupsi itu?”.


MENTALITAS

Pertama,korupsi itu disebabkan oleh “Mentalitas”. Mentalitas yang berakar pada kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya menjadi budaya kita sendiri,budaya bangsa Indonesia. Jadi, sedari kecil kita tidak biasa dididik untuk fair, kita tidak bisa menghormati hak-hak orang lain. Dimulai dari hal kecil misalnya ; Antre. Kalau mengantre itu orang yang di depan duluan harus diberikan pelayanan pertama, kita malah main serobot saja, semau-maunya gitu sampai akhirnya juga kita tidak dapat membedakan mana hak orang lain, mana hak rakyat(publik), mana hak bangsa dan negara, mana hak pribadi (privat) kita, lalu orang akan memanfaatkan segala cara dan kesempatan yang dia miliki untuk melakukan korupsi itu. Jadi , ada semacam mental “aji mumpung”, ingin cepat kaya, dapat uang lebih, lalu dengan segala cara digunakannya apalagi dia sedang berkuasa jadi peluang terbuka dan punya kesempatan untuk itu.

 Oleh karena itu, persoalan mentalitas/moral merupakan persoalan yang sangat penting supaya kita bersikap fair, agar kita tahu mana hak kita, mana hak orang lain,dimana batasnya dan kita tidak boleh melampaui batas itu. Barangtentu ini berkaitan langsung dengan masalah pendidikan di dalam keluarga,pendidikan dalam masyarakat ,pendidikan di sekolah,dan lebih jauh lagi menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan.

SISTEM

Yang kedua, adalah persoalan yang berkaitan dengan sistem kita bernegara. Sistem bernegara itu harus kuat. Pertama,didasarkan pada konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Syahdan, dari konstitusi itu lahirlah berbagai macam peraturan perundang-undangan,antara lain Undang-Undang tentang  pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu tugas Negara menciptakannya. Tapi, negara juga bertugas untuk membangun sebuah sistem yang baik. Artinya system itu rasional, dapat dikontrol, dapat diketahui setiap orang sehingga kalau terjadi penyelewengan dan penyimpangan dapat segera diketahui. Jadi,system itu harus ditopang oleh norma-norma hukum yang adil tapi juga aparatur penyelenggaraan negaranya yang mempunyai akhlak dan moralitas yang baik disamping itu juga aparatur dari penegak hukum tersebut mesti bekerja secara konsisten. Jadi , kalau negara itu mempunyai system yang baik, sebuah system yang kuat dia dapat mencegah seminimal mungkin terjadinya kejahatan (korupsi).

Contoh ; mentalnya udah tak beres seseorang itu, lantas dia mau bekerja di sebuah bank, kemudian ikut seleksi, ternyata dia diterima jadi pegawai bank itu. Niatnya kalau dia sudah bekerja di Bank itu dia mau korupsi , mau di gelapkan uangnya. Tapi ketika dia bekerja di situ,system keuangan bank itu,system pengawasannya, pengendalian keuangannya itu begitu ketatnya ,sehingga praktis dia tidak dapat mewujudkan keinginan/niatnya untuk melakukan korupsi. Jadi, system itu mencegah perilaku yang buruk.

Sebaliknya dalam suatu system yang buruk orang yang baikpun bisa terpaksa jadi orang jahat. Bisa kita ambil 1 contoh ; Orang Singapura dengan orang Indonesia. Kalau orang Indonesia pergi ke Singapura ya dia dipaksa oleh system,dia terpaksa jadi orang baik,dia tidak bisa melakukan ini dan itu dari hal-hal yang kecil, misalnya antre naik taksi,antre naik kereta api, antre naik bus, kemudian menaati rambu-rambu lalu-lintas, menyebrang jalan secara tertib, tidak membuang sampah sembarangan, tidak merokok di sembarang tempat, nah sistemnya begitu kuat kemudian sanksi hukumnya juga diberlakukan secara konsisten, kalau melakukan pelanggaran langsung dikasih sanksi, dengan begitu negara menjalankan system dan memaksa rakyatnya untuk patuh kepada system dan patuh kepada norma-norma hukum, tapi sebaliknya kalau orang Singapura datang ke tanah abang misalnya,itu kelakuannya sama aja dengan kebanyakan orang Indonesia.

Maka, pertanyaan kita; apakah mentalitas orang Singapura itu memang bagus dan mentalitas bangsa kita ini kurang bagus ? kalau kita bicara tentang akhlak inikan peran dari lembaga keluarga khususnya fungsi dari orang tua untuk mendidik sesuatu pada anak-anaknya, fungsi dari lembaga pendidikan,fungsi lembaga agama,para tokoh-tokoh agama untuk menjaga moralitas umat. Jadi, persoalan korupsi tidak akan terselesaikan kalau kedua masalah ini tidak kita benahi, jadi kalau kita hanya nangkapin orang saja,penjarakan orang,menghukum orang,  ya tentu penjara jadi penuh tapi korupsi tidak akan pernah berkurang, karena sistemnya salah.

Minggu, 14 Mei 2017

DUGAAN MAKAR

Hasil diskusi Forsi tanggal 15 Desember 2016, mengenai : “Dugaan Makar”


Melihat situasi dan kondisi negara yang memanas disebabkan hantaman isu-isu yang berusaha memecah belah NKRI yang tentu sangat meresahkan dan mengkhawatirkan kondisi sosial, psikologis maupun batin rakyat Indonesia. Di sisi yang lain, besar kemungkinan dengan adanya situasi negara yang memanas ,dapat menjadi celah atau kesempatan bagi pihak-pihak yang memang mencari dan menunggu kesempatan ini, tak terkecuali dapat ditunggangi oleh para elit politik, aktor politik ataupun pihak-pihak yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah secara konstitusi, tidak menutup kemungkinan “Makar” menjadi jalan bagi para pihak yang kontra dengan pemerintah (oposisionis).

Makar dalam KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti akal busuk, tipu muslihat ,perbuatan dengan maksud membunuh, dan menjatuhkan pemerintahan yang sah. Definisi makar menurut Pasal 104 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berbunyi :
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun
Jelas dari dua sumber diatas bahwa perbuatan Makar adalah perbuatan yang mengarah kepada permufakatan jahat dengan maksud mencapai tujuan dengan akal busuk, tipu muslihat , melakukan kekerasan, bahkan membunuh untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Berkaitan dengan keadaan beberapa waktu lalu , adanya penangkapan terhadap orang-orang yang diduga akan melakukan makar yaitu oknum pada tanggal 2 Desember 2016 bertepatan dengan Aksi Super Damai di Monas yang dihadiri jutaan umat manusia. Diduga  akan memanfaatkan jutaan manusia yang ikut dalam aksi super damai untuk mengarahkan ke gedung MPR/DPR untuk memaksa dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR RI untuk menjatuhkan Pemerintahan . Sebelum penangkapan mereka telah menulis surat kepada MPR yang inti substansinya antara lain :
·        Mengembalikan UUD 1945 yang Asli
·        Mencabut Mandat Presiden/Wakil Presiden 
berpandangan pemerintahan yang sekarang sudah tidak mampu menangani situasi negara yang semakin memanas dan membahayakan ini berupaya mengembalikan UUD 1945 yang asli.

Jika menganalisis secara tanpa dasar ilmiah atau ilmu hukum, tentu seakan-akan yang dilakukan mereka adalah perbuatan Makar, namun jika melihat UUD NRI 1945 pasal 7A dan 7B memang benar yang dapat memberhentikan presiden/wakil presiden adalah MPR. Menurut hemat kami,apa yang dilakukan oleh mereka adalah sebuah tindakan yang konstitusional sebagai seorang warga negara untuk menyampaikan aspirasi, apalagi yang dilakukan juga belum tentu dapat dikabulkan oleh MPR, karena harus melalui proses yang cukup panjang yang harus melalui Usul dari DPR, di uji oleh MK, dan baru diputuskan oleh MPR. Dalam negara yang menganut Demokrasi, menyampaikan aspirasi diperbolehkan apalagi jika aspirasi sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

Ada kemungkinan Makar akan dilakukan oleh mereka,dkk bertalian dengan surat yang ditujukan kepada MPR tersebut. Dugaan mengarahkan massa ke gedung MPR juga tak mudah, melihat massa yang berada di Monas adalah aksi damai untuk berdoa terhadap situasi bangsa bukan bermaksud menjatuhkan pemerintahan. Pemerintah jangan asal menangkap orang-orang yang diduga makar hanya karena berbeda pandangan politik atau bersifat kontradiktif dengan pemerintah,alangkah bijaksananya jadikan para pengkritik sebagai vitamin dan suplemen agar semakin fit dan berenergi  membangun negeri.

Ditengah,situasi negara yang memanas sudah sepatutnya pemerintah dan rakyat bersatu padu mengamankan, menjaga, dan membangun bangsa ini bersama-sama, jangan pernah gentar maupun takut dengan intervensi dari dalam maupun luar negeri. Percayalah, Tuhan bersama dengan orang-orang yang teguh berada dijalan kebenaran.

Bagaimana meningkatkan ketertiban Negara ?

Oleh ; Yosafat N.Manullang
Negara
ilmu negara dalam bahasa Inggris disebut Theory of State atau Political Theory,yang umumnya sudah dipelajari di kalangan mahasiswa ilmu social,politik,maupun hukum. Istilah ilmu negara itu yang memperkenalkan ialah George Jellinek yang dikenal sebagai bapak ilmu negara. Negara menurut beliau adalah “organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu”.Pada umumnya para sarjana berpendapat unsur yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu negara yaitu :
1. adanya penduduk/warga negara
2. wilayah
3. pemerintahan yang berdaulat
4. pengakuan negara lain

Unsur-unsur ini diperkuat dengan hasil konvensi Montevideo tahun 1993 yang mana keempat unsur tersebut ialah kualifikasi untuk Suatu Negara dianggap sebagai pribadi Hukum Internasional

Ketertiban negara
Maka secara rasional negara/roda pemerintahan dijalankan oleh aparatur sipil negara(yang direkruit dari warga negara juga),warga negara,kepada penduduk artinya kepada manusia.Jadi, manusianya itu harus dibina etik/akhlaknya agar benar,kedisipilinannya bagus dan ini akan mendukung negara itu jadi peraturannya bagus,sistemnya bagus, diisi orang-orang yang juga sebenarnya akhlaknya baik,dan punya tingkat kedisplinan yang tinggi.Lalu,kalau itu terjadi maka negara itu akan menjadi harmoni,jika sebaliknya maka negara itu akan disharmoni, lelah saja mendirikan tapi rakyatnya bandel,tidak mau menaati tata tertib,tidak mau patuh. Pada titik ini tetap ada hubungan antara rakyat dengan negaranya. Contoh ; Negara Jepang.

Di Jepang itu kebanyakan orang naik kereta api,jarang mengendarai mobil,jadi disana itu otomatis,dalam hal ini membeli tiket, keluar tiketnya dia otomatis semua terkomputerisasi. Tiketnya itu terkategorisasi, ada tiket orang biasa(dewasa),tiket anak-anak,tiket lansia(diatas 65 tahun). Untuk orang tua harga tiketnya hanya 50%, anak-anak 30%,orang biasa 100%. Padahal beli tiketnya itu pakai komputer semua.Kalau masuk ke stasiun kereta api,scan tiket pintunya kebuka.
Suatu hari, seorang Profesor bercanda pada mahasiswa Jepang. Kata Profesor “Kenapa kamu tak beli tiket anak-anak atau tiket lansia?,kan gak ada yang tahu” keluar tiket pasang, kan dia gak bisa bedain mana anak kecil,orang tua,dan orang dewasa.Apa yang terjadi ? mahasiswa Jepang itu kaget,dia bilang “Prof,kalau semua orang berpikir seperti profesor ini,sebentar saja perusahaan kereta api Jepang akan bankrupt,dan kita semua jadi susah”. Profesor itu malu juga bertanya bertanya begitu,walaupun itu hanya bercanda-canda.

Dari cerita tersebut artinya apa ? ada kesadaran bernegara. Negara ini bisa hancur, bisa rusak karena ulah segelintir orang yang nakal seperti itu. Nah,kita ini kadang-kadang tidak pernah berpikir seperti demikian. Kita bikin rusak ini,bikin rusak itu, bikin vandalisme sana-sini. Di negara kita contoh kecilnya ; ada orang yang kerjanya itu iseng,uang koin itu dibikin lubang terus dikasih ikat benang sama dia.Lalu,uang koin yang sudah diikat benang itu dicemplungin ke telepon umum,dia nelpon ketawa-ketawa,sesudah selesai nelpon,ditarik/diangkat keluar lagi koinnya. Coba dibandingkan dengan mahasiswa Jepang tadi,jauh sekali. Orang pengguna telpon tadi apakah berpikir bahwa kalau dia terus-menerus kelakuannya seperti demikian,itu Telkom akan bangkrut,nah mereka tak berpikir seperti itu

Berdasarkan perbandingan contoh tersebut kita dapat ketahui bahwa untuk menumbuhkan/meningkatkan ketertiban negara, itu kembali lagi melihat pada akarnya yakni kesadaran bernegara,kesadaran hukum dari yang menjalankan negara kita yaitu Warga Negara. Karena tanpa didukung oleh kesadaran bernegara maka aturan itu hanya seperti “Macan diatas kertas”. Jadi, mari kita semua masing-masing menyalakan kesadaran kita yang mungkin dahulunya pernah padam. Bagaimana menurut saudara-saudari sekalian?



Jumat, 12 Mei 2017

Belajar Kebahagiaan dari Diogenes



Oleh ; Yosafat N.Manullang

Salah satu aliran filsafat zaman Yunani kuno yang sangat saya kagumi adalah aliran kaum”Sinisme”.Orang yang mendirikan aliran ini adalah Antisthenes yang merupakan murid dari Socrates. Aliran ini mengatakan, bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kekayaan materi,kekuasaan politik,dan kesehatan yang baik. Kebahagiaan sejati terletak pada ketidaktergantungan pada hal-hal acak dan mengambang seperti itu sehingga setiap orang bisa meraihnya.

Pada dasarnya, aliran ini mengajarkan pada kesederhanaan manusia,karena kebahagiaan sejati bukan kebahagiaan yang bersifat duniawi. Salah satu tokoh yang paling terkenal dalam aliran filsafat ini ialah Diogenes,seorang filsuf yang berasal dari kota Sinope,ia hidup pada abad ke-4 SM. Setelah diusir dari kota kelahirannya karena ia telah menghancurkan nilai mata uang disana.Setelah itu,ia menetap di Korintus.

Ada kisah unik tentang filsuf satu ini. Alkisah ketika maharaja dari Makedonia, Alexander Agung memasuki  kota korintus di Yunani untuk bertemu dengan para pemimpin Yunani, semua orang memberikan rasa kagum yang berlebihan pada raja muda ini.Namun ada satu orang yang berbeda-beda dari orang-orang lain di kota itu dia bernama Diogenes.

Ketika Alexander pergi ke alun-alun kota Korintus, dia melihat Diogenes yang sedang berbaring di pinggir jalan, berjemur menikmati indahnya sinar matahari dengan tongkatnya.Lalu maharaja itu pun menghampirinya dan berkata “Hai saya suka dengan gayamu,katakanlah apa yang kau inginkan!?” lalu Diogenes menjawab “ya,aku memang perlu sesuatu”, “apa itu ?” Tanya Alexander , “Bisakah kau bergeser sedikit,kau mengganggu sinar matahariku” jawab Diogenes. Alexander terkejut dengan jawabannya & sangat benar-benar kagum dengan orang itu. Bagi orang itu jangan sampai kekayaan lahiriah menghambatmu untuk berpikir & mengganggu kebebasanmu.Alexander pun berkata kepada prajuritnya “andai aku bukan alexander,aku ingin menjadi Diogenes”

Peristiwa tersebut menunjukkan ke-konsistenan Diogenes untuk menghilangkan kebahagiaan yang bersifat duniawi. Dengan kesederhanaannya dia tidak ikut terjebak dalam kemunafikan dunia. Hanya saja, kaum sinisme juga berpendapat bahwa “jangan sampai membiarkan diri tersiksa akibat penderitaan orang lain” Maka dari itu istilah sinisme sekarang memiliki artian yang jelek dalam masyarakat, yaitu ketidakpercayaan yang mengandung cemooh pada ketulusan manusia. Ketidakpekaan terhadap penderitaan orang lain.

Kamis, 11 Mei 2017

SEKAPUR SIRIH

Yang saya percaya Tuhan Yang Maha Esa,dan
Yang saya hormati seluruh umat manusia
Salam sejahtera bagi kita semua,

Atas ilmu yang saya dapat dari guru teknologi informasi dan komunikasi,maka hari ini saya membuka lembaran baru sekaligus memulai kembali blog saya  ,sebagai wahana komunikasi bertukar pikiran secara jernih,intelektual,dan simpatik, atas dasar prinsip saling hormat-menghormati. Melalui blog ini ,saya ingin berbagi pemikiran,pengalaman,dan gagasan,yang barangkali akan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dalam menyikapi pelbagai peristiwa maupun persoalan yang terjadi di sekitar kita.

Apa yang saya ungkapkan mungkin saja bersifat subyektif, karena dilandasakan pada titik pandang,falsafah dan keyakinan keagamaan yang saya anut. Saya menyadari bahwa “subjektivisme” dan “objektivisme” adalah problema abadi dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang telah diperdebatkan berabad-abad lamanya dan tak kunjung selesai .Namun demikian,apa yang saya ungkapkan,tetaplah saya dasarkan atas niat dan iktikad baik,agar kita dapat mencari alternatif yang kita anggap terbaik,yang selanjutnya mungkin akan menuntun sikap batin dan sikap intelektual serta mungkin pula perilaku kita dalam bertindak.

Saya sendiri hanyalah seorang hamba Allah yang daif. Menurut akta kelahiran saya,  saya dilahirkan pada tanggal 16 November 1996 di Kampung Baru,Kecamatan Bontang Selatan,Kota Bontang,Provinsi Kalimantan Timur,Indonesia. Sebagian pendidikan saya tempuh di Surakarta hingga lulus TK dan kemudian Yogyakarta dari TK, SD kelas 1 sampai 4 (KANISIUS) .Namun sebelum saya menjalani TK di  Surakarta dan Yogyakarta,terlebih dahulu saya sudah melewati proses pendidikan playgroup di Bontang. Pasca peristiwa gempa bumi yang disebabkan oleh gunung merapi akhirnya membuat saya menempuh kembali pendidikan di tempat kelahiran saya yakni saat ,SD kelas 5 hingga 6 (BETHLEHEM) ,yang kemudian berlanjut hingga lulus SMA (VIDATRA). Saya meneruskan kuliah di Fakultas Hukum Universitas di Indonesia dan mengambil jurusan Ilmu Hukum.
Dunia Filsafat dan Humaniora menarik perhatian saya sejak kecil.

Itulah sekedar perkenalan diri saya. Saya tidak bermaksud berpanjang-kalam dengan perkenalan itu.Mohon maaf kalau ada hal yang nampak dilebih-lebihkan,dan mohon maaf pula,jikalau banyak hal yang tidak diuraikan.

Akhirnya,melalui blog ini , saya akan mencoba untuk menuangkan pemikiran-pemikiran saya, perasaan saya dan tanggapan saya terhadap berbagai peristiwa kemanusiaan yang terjadi di sekitar kita.Untuk berkomunikasi,saya mengajak saudara/saudari sekalian menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris.
Oleh karena itu, saya mohon maaf kalau ada salah kata dalam penulisan ,harap maklum sebab yang namanya manusia takkan luput dari kesalahan dan jikalau tulisan saya menurut saudara tidak benar atau kurang tepat,maka paling tidak tulisan saya mendekati kebenaran ,mengingat tak ada kebenaran absolut selama kita masih tinggal di muka bumi ini karena kebenaran yang sesungguhnya hanyalah milik Tuhan itu sendiri.

Atas segala tanggapan, komentar dan masukan berharga dari semua teman yang berminat dengan blog ini, saya ucapkan terimakasih.

HUKUM SECARA MENDASAR

Oleh : Yosafat N.Manullang


Hukum itu sesungguhnya tak kelihatan. Hukum itu ada didalam pikiran dan ada didalam hati manusia.Ada hukum yang tertulis dan tak tertulis,yang tertulis itu hukum positif,tapi hukum adat,hukum agama,itu tidak ditulis.Misalnya,kita tidak boleh mencuri,itu tidak ditulis melainkan kita tahu itu semua karena diajari,kita tahu bahwa itu tidak boleh.Jadi,hukum itu sebenarnya disatu pihak dia adalah suruhan,dilain pihak dia larangan,ditengah-tengah itu ada kebolehan.Misalnya,saya lagi jalan kemudian saya lihat ada anak kecil kecebur dalam got,tapi saya tak peduli saya lewat aja jalan,anak kecil itu mati.
Pertanyaannya,saya bisa dihukum atau tidak? Bisa,karena saya melalaikan sebuah kewajiban,jadi orang berbuat sesuatu yang salah bisa dihukum,orang yang tidak berbuat sesuatu yang tidak memenuhi suatu kewajiban dia bisa dihukum juga.Jadi,ada anak kecil saya biarin tenggelam terus mati,saya bisa dipersalahkan.

Kalau kita melihat peristiwa seperti itu dalam batin kita “wah ini ada anak kecil kecebur”maka kita berupaya untuk membantu anak itu ,itulah hukum ada suruhan antara itu.Sering orang bilang begini “Yos di Indonesia ini gak ada hukum” saya jawab “Ah,masa?”dia jawab “Gak ada”katanya KUHP itu Kasih Uang Habis Perkara,saya bilang “Kalau kau bilang gak ada hukum,ini saya ambil pentungan sini saya pentung kepala kamu” dia jawab “oh jangan bang” saya Tanya”kenapa kamu bilang jangan?” dia jawab “ya kamu gak boleh menyiksa saya” saya jawab “nah kalau kamu bilang kamu gak boleh menyiksa saya,berarti hukum masih ada,artinya anda tahu ada hak anda untuk hidup aman dan ada kewajiban saya untuk tidak boleh menyakiti orang, artinya hukum tetap ada.Jadi hukum itu bukan hanya diatas kertas.

Hukum itu ada dalam pikiran dan hati manusia,jadi tak boleh kalau ditanya apa dasarnya ?,pasal berapa ?, "ah saya gak tau pasal-pasal pokoknya saya gak boleh maling",sudah itu aja.Jadi hukum bukan karena ada pasal-pasal tapi karena ada norma,dan norma itu hidup,diketahui setiap orang,kemudian dihormati,akan lebih bagus norma hukum itu ditaati setiap orang.Jadi ada polisi,dan aparat penegak hukum lainnya,itu hanya menjaga saja tapi bukan karena ada polisi orang patuh pada hukum.Kalau hukum itu ditaati dengan baik,polisi itu tak perlu berjumlah banyak-banyak dan polisi juga tak perlu senjata.Di Jepang polisi tak bersenjata bawa anjing lucu(poodle),tapi orang Jepang patuh-patuh saja,adem ayem saja,jadi Jepang berpendirian/beranggapan kalau Jepang punya pengalaman dahulu dia perang, dan dia sadis setelah itu Jepang kapok,Jepang itu tidak mau  ada cerminan(image) kelihatan menakutkan.Jadi,yang paling penting bagi kita adalah bahwa norma hukum kita sadari ada,dan kemudian norma hukum kita patuhi,jadi kalau negara itu benar makin tidak banyak polisi itu bagus.

Jadi sebenarnya,kesadaran haruslah bertumbuh, tapi yang namanya orang jahat itu sampai kapanpun tetap ada,dunia ini memang sudah seperti itulah diciptakan,tidak bisa juga kita mimpi mau dunia ini tak ada orang jahat,karena orang jahat tetap akan ada,sampai hari kiamatpun yang namanya kejahatan itu tetap akan ada didunia ini,tapi tugas kita di negara itu adalah bagaimana caranya meminimalisasikan kehajatan itu,tapi kalau mau dibuat habis sama sekali itu tidak mungkin,karena kejahatan itu sudah bagian daripada kehidupan umat manusia,intinya jangan jadi orang jahat itu saja.

UCAPAN TERIMAKASIH

Salam sejahtera bagi kita semua

Saya ingin mengungkapkan rasa syukur ke hadirat Tuhan Allah Maha Besar , dan mengucapkan terimakasih yang tak terhingga,atas segala kritik,saran dan komentar atas blog yang baru saya aktifkan ini. Saya menyimak dengan sungguh-sungguh semua masukan yang telah diberikan. Saya menganggap semua itu sangat berharga bagi saya, sebagai seorang pemula di  dunia blog.

Dengan blog ini nantinya,rekan-rekan yang ingin menyampaikan komentar, akan lebih mudah melakukannya. Saya ingin membuka ruang yang selebar-lebarnya pada blog saya ini,sehingga mereka yang bukan “blogger” juga dapat mengakses dan menyampaikan komentar mereka. Saya ingin belajar, mendengar dan memperhatikan pandangan dari semua orang, tanpa mempersoalkan siapa orang itu. Mungkin pandangan kita berbeda, bahkan bertentangan satu sama lain,tetapi tidak mengapa. Saya percaya bahwa hikmah dan kebijaksanaan,akan kita peroleh di tengah benturan pendapat yang berbeda-beda. Meskipun demikian,dalam rangka pembelajaran bagi kita semua,alangkah baiknya jika suatu pendapat yang kita kemukakan,didasari oleh argumentasi-argumentasi sebagai pendukungnya. Pandangan yang sinis tetapi tanpa argumen,walaupun tetap harus kita hormati,namun kurang bermakna bagi kita yang dahaga akan pengetahuan, hikmat dan kebijaksanaan.

Seperti telah saya ungkapkan dalam Kata Pengantar, saya hanyalah seorang hamba Allah yang daif. Pengetahuan saya sangatlah terbatas. Karena itu, saya berlindung kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar saya dijauhkan dari sikap “ngotot” dan merasa benar sendiri. Saya selalu mengemukakan pendapat dengan dilandasi oleh suatu argumen. Kalau ternyata, dalam suatu jajak – pendapat  , saya menemukan pendapat orang lain yang didukung oleh argumen yang lebih kokoh dibandingkan dengan argumen yang saya miliki, maka saya dengan tulus dan ikhlas akan meninggalkan pendapat saya,dan mengikuti pendapat orang lain itu. Saya selalu memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, semoga saya dijauhkan dari segala sikap takabur,riya dan sombong. Semoga pula Dia senantiasa menyirami batin dan pikiran saya,dengan sikap tawaduk dan rendah hati.

Sebelum mengakhiri ungkapan terimakasih ini,saya ingin mengajak rekan-rekan semua untuk tetap menggunakan bahasa yang baik,sopan dan saling menghormati,walaupun mungkin kita berbeda dalam mengemukakan pendapat. Saya banyak menimba ilmu dari buku, internet , guru dan pengalaman. Perdebatan-perdebatan klasik dalam filsafat dan ilmu hukum juga saya telaah dengan seksama. Saya mempelajari dengan tekun balas pendapat/pemikiran antara Adam Smith dengan Karl Marx, antara Socrates dengan banyak pemikir,dan seterusnya.Bahkan saya juga mendapat pelajaran dari perdebatan yang cukup keras tentang “dasar negara” di Majelis Konstituante RI antara tokoh-tokoh Masyumi,PNI,PKI,PSI dan tokoh lainnya.Semua polemik dan perdebatan itu,pada umumnya dilakukan dengan sportif,argumentatif ,menggunakan bahasa yang baik,dan tidak pernah menyerang pribadi seseorang,yang tidak ada relevansinya dengan topik perdebatan.

Akhirnya, saya mohon maaf tentang penggunaan bahasa. Beberapa rekan mengkritik saya karena bahasa saya sangat dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia Hukum. Saya mohon maaf atas semua itu,sejujurnya saya katakan,bahwa saya mengikuti nasehat Raja Ali Haji,seorang pujangga Melayu keturunan Bugis yang hidup di abad 19. Beliau pernah berkata bahwa “bahasa itu menunjukkan bangsa”. Bahasa yang baik, menunjukkan bangsa yang baik. Bahasa yang buruk, menunjukkan bangsa yang buruk pula.

Sekian dan Terimakasih.