Melihat situasi dan kondisi negara yang memanas disebabkan hantaman isu-isu yang berusaha memecah belah NKRI yang tentu sangat meresahkan dan mengkhawatirkan kondisi sosial, psikologis maupun batin rakyat Indonesia. Di sisi yang lain, besar kemungkinan dengan adanya situasi negara yang memanas ,dapat menjadi celah atau kesempatan bagi pihak-pihak yang memang mencari dan menunggu kesempatan ini, tak terkecuali dapat ditunggangi oleh para elit politik, aktor politik ataupun pihak-pihak yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah secara konstitusi, tidak menutup kemungkinan “Makar” menjadi jalan bagi para pihak yang kontra dengan pemerintah (oposisionis).
Makar
dalam KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti akal busuk, tipu muslihat
,perbuatan dengan maksud membunuh, dan menjatuhkan pemerintahan yang sah.
Definisi makar menurut Pasal 104 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
berbunyi :
“Makar dengan maksud untuk membunuh, atau
merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden
memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun”
Jelas
dari dua sumber diatas bahwa perbuatan Makar adalah perbuatan yang mengarah
kepada permufakatan jahat dengan maksud mencapai tujuan dengan akal busuk, tipu
muslihat , melakukan kekerasan, bahkan membunuh untuk menggulingkan
pemerintahan yang sah.
Berkaitan
dengan keadaan beberapa waktu lalu , adanya penangkapan terhadap orang-orang
yang diduga akan melakukan makar yaitu oknum pada tanggal
2 Desember 2016 bertepatan dengan Aksi Super Damai di Monas yang dihadiri
jutaan umat manusia. Diduga akan memanfaatkan jutaan manusia yang
ikut dalam aksi super damai untuk mengarahkan ke gedung MPR/DPR untuk memaksa
dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR RI untuk menjatuhkan Pemerintahan . Sebelum penangkapan mereka telah menulis surat
kepada MPR yang inti substansinya antara lain :
· Mengembalikan
UUD 1945 yang Asli
· Mencabut
Mandat Presiden/Wakil Presiden
berpandangan pemerintahan yang sekarang sudah tidak mampu menangani
situasi negara yang semakin memanas dan membahayakan ini berupaya mengembalikan
UUD 1945 yang asli.
Jika
menganalisis secara tanpa dasar ilmiah atau ilmu hukum, tentu seakan-akan yang
dilakukan mereka adalah perbuatan Makar, namun jika melihat UUD NRI
1945 pasal 7A dan 7B memang benar yang dapat memberhentikan presiden/wakil
presiden adalah MPR. Menurut hemat kami,apa yang dilakukan oleh mereka adalah sebuah tindakan yang konstitusional sebagai seorang warga negara untuk
menyampaikan aspirasi, apalagi yang dilakukan juga belum tentu dapat
dikabulkan oleh MPR, karena harus melalui proses yang cukup panjang yang harus
melalui Usul dari DPR, di uji oleh MK, dan baru diputuskan oleh MPR. Dalam
negara yang menganut Demokrasi, menyampaikan aspirasi diperbolehkan apalagi
jika aspirasi sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
Ada kemungkinan Makar akan dilakukan oleh mereka,dkk bertalian dengan surat
yang ditujukan kepada MPR tersebut. Dugaan mengarahkan massa ke gedung MPR juga
tak mudah, melihat massa yang berada di Monas adalah aksi damai untuk berdoa
terhadap situasi bangsa bukan bermaksud menjatuhkan pemerintahan. Pemerintah
jangan asal menangkap orang-orang yang diduga makar hanya karena berbeda
pandangan politik atau bersifat kontradiktif dengan pemerintah,alangkah
bijaksananya jadikan para pengkritik sebagai vitamin dan suplemen agar semakin
fit dan berenergi membangun negeri.
Ditengah,situasi
negara yang memanas sudah sepatutnya pemerintah dan rakyat bersatu padu
mengamankan, menjaga, dan membangun bangsa ini bersama-sama, jangan pernah
gentar maupun takut dengan intervensi dari dalam maupun luar negeri.
Percayalah, Tuhan bersama dengan orang-orang yang teguh berada dijalan
kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar