Senin, 15 Mei 2017

Naturalisme dan Positivisme ; Hukuman terhadap Bandar Narkoba

Segera Eksekusi Mafioso Narkoba 

- detikNews


Jakarta - Jaksa Agung didesak masyarakat untuk segera mengeksekusi mati mafioso narkoba atas kejahatan terorganisir dan sistematis yang dilakukannya. Hal ini menyusul ditolaknya kasasi sehingga vonis mati yang disematkan kepadanya berkekuatan hukum tetap.


"Setuju (langsung dieksekusi mati)," kata Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), dalam pesan pendeknya kepada detikcom, Selasa (10/9/2014).

Kegeraman terhadap ulah bukannya tanpa alasan. Sebab selama di penjara di LP Cipinang,  bisa mengendalikan peredaran narkoba se-Asia. Dengan tidak segera ditembak mati, dikhawatirkan  kembali mengulangi perbuatannya.

Hal senada juga diungkapkan akademisi Universitas  Menurut kasasi merupakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.


"Sebaiknya begitu. Ada ketegasan hukum. Apa artinya ketegasan hukum kalau sampai tidak sampai pelaksanaan," ujar mantan calon hakim agung itu.

Pada Juli 2013 lalu, dijatuhi hukuman mati oleh PN Jakbar.  terbukti mengimpor satu juta pil ekstasi dari China. Hal ini merupakan ulah yang kesekian kalinya. Bahkan menurut teman perempuan , malah membuat pabrik sabu di dalam LP.

Selain divonis mati, hakim juga mencabut ketujuh hak yaitu:

1. Hak berkomunikasi dengan gadget apa pun
2. Hak untuk menjabat di segala jabatan
3. Hak untuk masuk institusi
4. Hak untuk memilih dan dipilih
5. Hak untuk jadi penasihat atau wali pengawas anaknya
6. Hak penjagaan anak
7. Hak mendapatkan pekerjaan


Putusan ini lalu dikuatkan oleh tingkat banding. Saat mengajukan kasasi, Mahkamah Agung (MA) pun bergeming. Ketua majelis dengan anggota menolak permohonan kasasi 



ANALISIS 

Ditinjau dari hukum alam:

Hukuman mati itu bukan untuk menyatakan kejahatan,bukan untuk membalas duka korban karena keadilan tetap harus ditegakkan tetapi penolakan hukuman mati itu bersifat sangat prinsipil adalah mendorong Indonesia untuk masuk di jalan penghapusan hukuman mati dimana memang dalam arus besar upaya umat manusia untuk terus menerus mengurangi kekejian manusia dalam proses penghukuman.Penghukuman memang merupakan pelanggaran HAM tetapi arus besar setelah ratusan tahun itu jenis dan cara menghukum orang itu terus dikurangi agar tidak menjadi penghukuman yang keji dan merendahkan harkat martabat manusia,tentu ada argument yg sangat prinsipil tentang hak hidup
1.      dimana dalam konstitusi kita adalah hak yang tidak dapat dikurangi
2.      dimensi proses hukum dimana umat manusia memang menyatakan bahwa mendorong upaya penghapusan hukuman mati ,tetapi agar hanya ditetapkan pada kejahatan sangat berat
3.      apabila hukuman mati itu diterapkan dia harus memenuhi persyaratan proses hukum sangat adil.

Bangsa yang beradab dan Negara yg beradab adalah bangsa yang menetapkan konstitusi sebagai nilai hukum tertinggi disitu semua cara pandang harus diletakkan secara konstitusional.Konstitusi Indonesia sudah meletakkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dlm kondisi apapun konsekuensinya hukuman mati sepantasnya perlu diganti hukuman seumur hidup oleh karena itu penerapan hukuman mati di Indonesia adalah satu tindakan yang bertentangan dengan konstitusi. Hukuman mati adalah jenis hukuman yg tidak bisa dikoreksi sementara system peradilan di Indonesia masih penuh dengan persoalan korupsi ,rekayasa kasus,masih sering kita lihat.Dalam konteks itu kecenderungan untuk terjadinya kesalahan didalam menghukum seseorang sangat mungkin terjadi ,Persoalannya adalah ketika hukum sudah diterapkan(hukum mati) maka org yg sudah ditetapkan sudah tidak bisa dikoreksi/dihidupkan kembali,itu persoalan dari hukuman mati.

Bandar narkotika ialah mereka yang memang pantas dihukum tapi mereka adalah orang yang memang tidak beradab dan biadab atas dasar itulah Negara (hukum) tidak perlu berlaku sama biadabnya seperti mereka dengan melakukan tindakan yg sama seperti mereka dalam hal ini melakukan pembunuhan melalui eksekusi mati. Dalam konteks itu kalau Negara melalukan sama seperti mereka membalas dendamkan dengan memberikan hukuman mati sama saja Negara berada dalam posisi yang sama dengan terpidana. Para Bandar narkotika itu harus tetap dihukum tapi seumur hidup ,namun kita harus melihat bahwa faktor terjadinya kejahatan bukan hanya pada subjek,bisa berbagai macam faktor,dalam konteks itu tidak serta merta subjek menjadi beban,persoalan Negara,kejahatan dalam masyrakat itu memengaruhi juga,Mereka dalam subjek pelaku semata mata bukan hanya pada subjek bersalah tetapi karena ada factor lain yg memengaruhi, nah Negara hanya melihat kejahatan itu akibat si subjeknya itu tidak melihat ada factor factor lain termasuk negara itu,gagal dalam mengantisipasi kejahatan itu.Penghukuman terhadap subjek tidak serta merta mengurangi tindak laku kejahatan,ada factor lain yg memengaruhi,nah factor factor itu yg harus ditangani oleh Negara.Dalam system pidana kita kecenderungan salah dalam  memutuskan itu pasti ada ,akan ada mungkin dan selalu mungkin kecenderungan system peradilan pidana itu salah. Karena itulah hukuman mati tidak pantas dilakukan,Hukuman mati juga tidak serta merta member efek jera, lebih pantasnya melakukan pendidikan pada terpidana.


Ditinjau dari hukum positivisme:

Kita tidak pernah terpikirkan bagaimana biadab dan sadisnya apa yang dilakukan oleh si terpidana ,Kita hanya selalu melihat kasihan ini orang tapi tidak pernah membayangkan dampak dari perbuatan yg dilakukan dari si terpidana itu ,Kemudian kita menyalahkan sistem peradilan bahwa masih ada kasus salah hukum (mal-punishment). Kalau kita lihat kasus perkasus jika satu proses peradilan sesat,alangkah baiknya itu tidak boleh di generalisir untuk menghapuskan hukuman mati tersebut . Bandar narkoba sudah dijatuhi hukuman mati saja sebelum dieksekusi masih mengendalikan bisnis narkotikanya didalam penjara dan dilakukan oleh para terpidana mati yang belum dieksekusi,Katakanlah 11 orang dieksekusi 11 orang itu saya pikir tidak akan menghancurkan bangsa ini apalagi mereka yg rata-rata dari bangsa lain dan sindikat-sindikat. Sementara akibat bagi bangsa kita,kita akan kehilangan semua generasi  dan sekarang setiap hari 50 org anak bangsa yang meninggal ,saya memilih menyelamatkan bangsa kita ketimbang isu-isu internasional yg “mengecam”. Selalu yang menjadi tameng bagi para pelaku /pelaksana  bahkan penggiat anti hukuman mati bahwa kita tidak beradab bahwa kita Negara yang tertinggal ,bahwa kita akan dikecam dan dikritik. 

Perlu diingat bahwa kita mempunyai kedaulatan, bangsa asing sama sekali tidak mempunyai hak mencampuri system hukum dan kedaulatan di Negara kita .Persepsi yang salah bahwa hukuman mati selalu dikaitkan dengan balas dendam sebetulnya justru untuk memulihkan/menyantuni rasa keadilan masyarakat. Jadi kita tidak boleh melihat hanya dari rasa keadilan si terpidana Tapi kita harus melihat juga rasa keadilan dari korban ,Dalam kejahatan narkotik korbannya itu  bukan 1 atau 2 keluarga ,TETAPI SEBUAH BANGSA,demi menyelamatkan Negara apasih artinya nyawa 1 orang(gembong narkoba itu). Memang ada kesan kita tidak memperdulikan nyawa itu tapi kalau boleh saya katakan iya karena mereka tidak memperdulikan keselamatan dari bangsa kita.jika dibandingkan dengan keselamatan jutaan anak negri.
Kalau memang harus melihat factor factor lain tapi gembong narkoba ini sindikat jadi mereka sudah mempunyai tujuannya untuk menghancurkan bangsa dengan cara yang konsepsional dan sistematis. Kalau kita memang betul-betul memahami dampak yang fatal bagi bangsa kita “persetan dengan hapus hukuman mati”.Bahkan kita harus mendesak kejaksaan untuk menjatuhkan hukuman mati khususnya Bandar narkotika seperti dalam contoh kasus yang saya ambil.

Dalam UU tentang Hak Asasi Manusia sendiri boleh menghilangkan nyawa orang contohnya bayi yg berada dalam kandungan yg sudah bernafas boleh dihilangkan/digugurkan demi keselamatan sang ibu,banyak orang mengatakan kita tidak pernah punya mandat utk mencabut nyawa manusia memangnya hakim yang mencabutnya nyawa orang itu ? Bukan ,tetapi Tuhan juga yang mencabut nyawa orang itu .Betul ada ketentuan hak untuk hidup tidak bisa dikurangi (pasal 28i) tapi pasal 28j ayat 2 mengatakan semua hak asasi itu bisa dikurangi jadi berdasarkan penafsiran sistematis tidak ada yang tidak bisa dikurangi .Akan bahaya jika tidak ada hukuman mati bahayanya itu orang jadi biasa melakukan kejahatan seperti narkoba, itu sudah merusak dirinya sendiri juga sudah merusak bangsanya,mengaku sembuh tapi setelah tanpa pengawasan barang-barang perabotannya dijual jual lagi untuk membeli narkoba. Jadi hukuman mati itu bukan tidak beradab tapi justru menyelamatkan  peradaban. Kalau bicara soal rekayasa ,ada atau tidak ada hukuman mati itu rekayasa tetap ada  tapi rekayasa itu hanya beberapa persen bisa dihitung. Jadi, dari sekian ribu perkara paling hanya 2 atau 3 saja yg terkena rekayasa. Kalau dalam proses banding, kasasi, PK sudah berjalan dengan kritis ,analitis dan tajam tidak ada salahnya hukuman mati itu dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar