Senin, 15 Mei 2017

MENGURAI EPISTEMOLOGI PENYEBAB KORUPSI



Oleh : Yosafat N.Manullang
Suatu masalah yang sangat penting,sangat fundamental, sangat serius dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia ,persoalan itu adalah persoalan “Korupsi”. Kemudian timbullah berbagai pertanyaan seperti, bagaimana kita memberantasnya ?,bagaimana cara menanganai korupsi itu?, bagaimana kita menghabisi korupsi di negeri ini supaya negeri ini menjadi sehat,menjadi baik, dana dana yang bisa diselamatkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat,bangsa dan negara?

Memang persoalan korupsi itu bukanlah suatu persoalan yang baru dalam sejarah bangsa Indonesia,korupsi sudah mulai terjadi kira-kira tahun 1958, baru beberapa tahun setelah merdeka. Kemudian menjadi sangat serius tatkala terjadi peralihan kekuasaan kepada pemerintahan orde baru dimana pada waktu itu tahun 1971 pemerintah sudah membuat UU Tipikor yang pertama namun pelaksanaannya sama sekali inkonsisten,sehingga korupsi pada waktu itu dianggap sebagai masalah yang serius hingga pada akhirnya mendorong terjadinya gerakan reformasi pada tahun 1998. Pada waktu masuk di era reformasi,Indonesia mempunyai suatu tekad yang sangat kuat agar korupsi betul-betul diberantas, karena itu UU no 3 tahun 1971 kemudian diamandemen pada tahun 1999 menjadi UU no 31 tahun 1999 dan terakhir di amandemen lagi pada tahun 2001 menjadi UU no 20 tahun 2001 yang memuat ketentuan-ketentuan tentang pemberantasan korupsi yang jauh lebih keras dibanding keadaan-keadaan sebelumnya. Dimasa reformasipun kita menyaksikan pemerintahan berganti dari orde baru ke orde yang lebih baru lagi yang kita sebut “Reformasi” . Tetapi persoalannya sekarang adalah bahwa ada kecenderungan korupsi meningkat justru terjadi pada masa pemerintahan Yang cenderung oligarkis. Pertanyaannya adalah “apasih penyebab korupsi itu?”.


MENTALITAS

Pertama,korupsi itu disebabkan oleh “Mentalitas”. Mentalitas yang berakar pada kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya menjadi budaya kita sendiri,budaya bangsa Indonesia. Jadi, sedari kecil kita tidak biasa dididik untuk fair, kita tidak bisa menghormati hak-hak orang lain. Dimulai dari hal kecil misalnya ; Antre. Kalau mengantre itu orang yang di depan duluan harus diberikan pelayanan pertama, kita malah main serobot saja, semau-maunya gitu sampai akhirnya juga kita tidak dapat membedakan mana hak orang lain, mana hak rakyat(publik), mana hak bangsa dan negara, mana hak pribadi (privat) kita, lalu orang akan memanfaatkan segala cara dan kesempatan yang dia miliki untuk melakukan korupsi itu. Jadi , ada semacam mental “aji mumpung”, ingin cepat kaya, dapat uang lebih, lalu dengan segala cara digunakannya apalagi dia sedang berkuasa jadi peluang terbuka dan punya kesempatan untuk itu.

 Oleh karena itu, persoalan mentalitas/moral merupakan persoalan yang sangat penting supaya kita bersikap fair, agar kita tahu mana hak kita, mana hak orang lain,dimana batasnya dan kita tidak boleh melampaui batas itu. Barangtentu ini berkaitan langsung dengan masalah pendidikan di dalam keluarga,pendidikan dalam masyarakat ,pendidikan di sekolah,dan lebih jauh lagi menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan.

SISTEM

Yang kedua, adalah persoalan yang berkaitan dengan sistem kita bernegara. Sistem bernegara itu harus kuat. Pertama,didasarkan pada konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Syahdan, dari konstitusi itu lahirlah berbagai macam peraturan perundang-undangan,antara lain Undang-Undang tentang  pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu tugas Negara menciptakannya. Tapi, negara juga bertugas untuk membangun sebuah sistem yang baik. Artinya system itu rasional, dapat dikontrol, dapat diketahui setiap orang sehingga kalau terjadi penyelewengan dan penyimpangan dapat segera diketahui. Jadi,system itu harus ditopang oleh norma-norma hukum yang adil tapi juga aparatur penyelenggaraan negaranya yang mempunyai akhlak dan moralitas yang baik disamping itu juga aparatur dari penegak hukum tersebut mesti bekerja secara konsisten. Jadi , kalau negara itu mempunyai system yang baik, sebuah system yang kuat dia dapat mencegah seminimal mungkin terjadinya kejahatan (korupsi).

Contoh ; mentalnya udah tak beres seseorang itu, lantas dia mau bekerja di sebuah bank, kemudian ikut seleksi, ternyata dia diterima jadi pegawai bank itu. Niatnya kalau dia sudah bekerja di Bank itu dia mau korupsi , mau di gelapkan uangnya. Tapi ketika dia bekerja di situ,system keuangan bank itu,system pengawasannya, pengendalian keuangannya itu begitu ketatnya ,sehingga praktis dia tidak dapat mewujudkan keinginan/niatnya untuk melakukan korupsi. Jadi, system itu mencegah perilaku yang buruk.

Sebaliknya dalam suatu system yang buruk orang yang baikpun bisa terpaksa jadi orang jahat. Bisa kita ambil 1 contoh ; Orang Singapura dengan orang Indonesia. Kalau orang Indonesia pergi ke Singapura ya dia dipaksa oleh system,dia terpaksa jadi orang baik,dia tidak bisa melakukan ini dan itu dari hal-hal yang kecil, misalnya antre naik taksi,antre naik kereta api, antre naik bus, kemudian menaati rambu-rambu lalu-lintas, menyebrang jalan secara tertib, tidak membuang sampah sembarangan, tidak merokok di sembarang tempat, nah sistemnya begitu kuat kemudian sanksi hukumnya juga diberlakukan secara konsisten, kalau melakukan pelanggaran langsung dikasih sanksi, dengan begitu negara menjalankan system dan memaksa rakyatnya untuk patuh kepada system dan patuh kepada norma-norma hukum, tapi sebaliknya kalau orang Singapura datang ke tanah abang misalnya,itu kelakuannya sama aja dengan kebanyakan orang Indonesia.

Maka, pertanyaan kita; apakah mentalitas orang Singapura itu memang bagus dan mentalitas bangsa kita ini kurang bagus ? kalau kita bicara tentang akhlak inikan peran dari lembaga keluarga khususnya fungsi dari orang tua untuk mendidik sesuatu pada anak-anaknya, fungsi dari lembaga pendidikan,fungsi lembaga agama,para tokoh-tokoh agama untuk menjaga moralitas umat. Jadi, persoalan korupsi tidak akan terselesaikan kalau kedua masalah ini tidak kita benahi, jadi kalau kita hanya nangkapin orang saja,penjarakan orang,menghukum orang,  ya tentu penjara jadi penuh tapi korupsi tidak akan pernah berkurang, karena sistemnya salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar