Oleh ; Yosafat N. Manullang
Berbicara mengenai moralitas tentu itu berkaitan
dengan fungsi dari keluarga , fungsi dari orang tua untuk mendidik sesuatu yang
seharusnya pada anak-anaknya, fungsi dari pranata-pranata sosial seperti
lembaga pendidikan, lembaga keagaamaan melalui para ulama,para tokoh-tokoh
agama untuk menjaga akhlak (moralitas) umat. Jadi, persoalan korupsi tidak akan
terselesaikan kalau mentalitas dan system tersebut tidak kita benahi.
Kadangkala saya melihat dari media massa,ruang public,
maupun rekan-rekan sekitar ,mereka berkata “ganyang koruptor,tangkap koruptor”.
Kata-kata tersebut tentu menjadi nyanyian yang merdu bagi telinga kita apalagi
golongan yang proaktif terhadap pemberantasan Tipikor di negri ini. Namun,ada
logika bengkok yang mesti diluruskan. Jadi, kalau kita nangkapin orang saja,
penjarakan orang, menghukum orang, mempidanakan orang, barangtentu penjara jadi
penuh, tapi menurut hemat saya korupsi tidak akan pernah berkurang karena
kesalahan dari suatu system itu.
Contoh sederhana; tiap hari kita berteriak
menyatakan “anti korupsi!,stop korupsi!”. Tapi kita membuat kebijakan-kebijakan
atau peraturan perundang-undangan yang membuka peluang terjadinya korupsi.
Misalnya, penyelenggaraan pemilukada. Pemilukada memang sudah menjadi suatu hal
yang serius, pemilihan ini mulai dari Presiden ,Gubernur ,Walikota, bahkan
kepala desa itu dipilih langsung oleh rakyat (1 orang ,1 suara). Walaupun tiap
hari sudah banyak kritik,karena kenyataannya partisipasi rakyat dalam
pemungutan suara pemilukada itu ada yang sudah dibawah 50% jadi memang sudah
tidak menarik minat masyarakat, tetapi untuk kampanye biayanya besar sekali,
untuk pasang baliho, bakti sosial,untuk melakukan macam-macam kampanye itu
biayanya sangat besar, jadi bayangkan untuk menjadi bupati itu orang bisa habis
sampai 50,75, bahkan 100 Miliar untuk kampanye jadi kepala daerah. Rakyat
kemudian dikasih uang, sembako, supaya milih, jadi di satu pihak kita
antikorupsi, tapi itu kita buat system yang sebenarnya membuka peluang lebar-lebar
terjadinya peluang untuk melakukan korupsi. Apabila calon itu menang jadi
Kepala Daerah, tentu dia harus berpikir bagaimana caranya mengembalikan uang
kampanye yang lalu,sebab gaji kepala daerah(Bupati) itu cuman berapa per-bulan?
Mungkin tak sampai 10 juta, tunjangannya berapa. Akhirnya, perilaku koruptif
itu marak terjadi. Relevansinya dengan tindak pidana korupsi, sekarang ini cara
kita menangani korupsi justru hanya dengan law
enforcement , tangkap orang, seret orang ke meja hijau. Secara hukum itu
memang harus dilakukan, mereka yang melakukan kejahatan harus diambil suatu
langkah hukum yang tegas agar tercapai keadilan dan kepastian, tapi yang juga
perlu kita pikirkan,yang perlu kita laksanakan dalam negara ini adalah
membangun system yang kuat.
Kalau kita cuman menangkap orang, begini misalnya;
ada jalan rusak, tiap hari banyak kendaraan lewat disitu,banyak orang
jalan,banyak orang menyebrang, tapi pemerintah tidak pernah memperbaiki jalan
itu dibiarkan rusak, nanti disitu disediakan ambulans,dokter,paramedis terus
kalau ada orang ditabrak dan kecelakaan, orang dinaikkan ke ambulans, dibawa ke
RS. Atau misalnya ; disuatu daerah terkena wabah penyakit malaria,yang
dilakukan apa ? drop pil-kina banyak-banyak, drop banyak obat,paramedis ,
bangun puskesmas sampai ke desa-desa lantas kalau sudah digigit nyamuk kena
malaria akhirnya diobati, tapi inti persoalannya adalah bagaimana memberantas
nyamuk malaria itu supaya tidak berkembang.
Oleh
karena itu, ini sangat tergantung bagaimana sang creator system dalam konteks ini berarti sang pemimpin. Tentu pemimpin yang
harus paham betul bagaimana caranya menata kehidupan bernegara kita. Kalau
hanya mengandalkan popularitas,supaya perasaan orang senang itu mungkin tidak
bisa menyelesaikan persoalan bangsa dan negara ini,karena negara ini bukan soal
“sim-salabim” dipimpin si X terus
beres. Negara ini harus dipikirkan secara mendalam konsepnya seperti apa yang
harus dijalankan dan kemudian ketika sudah memegang kekuasaan,bagaimana dia
menjalankan kekuasaan negara untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih baik
untuk dapat membatasi, meminimalisasi, bahkan menghabisi korupsi itu. Yang juga
harus kita cermati dengan sungguh-sungguh adalah pemberantasan korupsi itu
harus dilaksanakan bukan saja oleh institusi(lembaga) yang memang konsisten dan
bebas dari kepentingan dan hal-hal lain, artinya lembaga itu memang murni
lembaga untuk menegakkan hukum,sekarang kita punya Kejaksaan,Kepolisian, dan
KPK yang lebih lex specialis. Jangan
sampai penindakan korupsi itu dilakukan dengan cara-cara yang sebenarnya
korupsi juga, aparat penyidiknya, pimpinannya itu betul-betul harus di awasi
dan bersih sebab hukum itu bisa bahaya kalau diserahkan kepada orang-orang yang
inkompeten dan amoral ditambah lagi pengawasan yang tidak ketat dan inkonsisten
itu hingga muncul yang disebut “maling teriak maling”. Ini harus kita cermati
sungguh-sungguh jangan sampai penegakan hukum itu dicampuri oleh faktor-faktor
politik, faktor kepentingan ekonomi, sentimen pribadi,dan sebagainya itu harus
dijauhkan.
Bagaimana
menurut saudara-saudari ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar