Selasa, 16 Mei 2017

Rasionalisasi ; Menghabisi Korupsi



Oleh ; Yosafat N. Manullang

Berbicara mengenai moralitas tentu itu berkaitan dengan fungsi dari keluarga , fungsi dari orang tua untuk mendidik sesuatu yang seharusnya pada anak-anaknya, fungsi dari pranata-pranata sosial seperti lembaga pendidikan, lembaga keagaamaan melalui para ulama,para tokoh-tokoh agama untuk menjaga akhlak (moralitas) umat. Jadi, persoalan korupsi tidak akan terselesaikan kalau mentalitas dan system tersebut tidak kita benahi.

Kadangkala saya melihat dari media massa,ruang public, maupun rekan-rekan sekitar ,mereka berkata “ganyang koruptor,tangkap koruptor”. Kata-kata tersebut tentu menjadi nyanyian yang merdu bagi telinga kita apalagi golongan yang proaktif terhadap pemberantasan Tipikor di negri ini. Namun,ada logika bengkok yang mesti diluruskan. Jadi, kalau kita nangkapin orang saja, penjarakan orang, menghukum orang, mempidanakan orang, barangtentu penjara jadi penuh, tapi menurut hemat saya korupsi tidak akan pernah berkurang karena kesalahan dari suatu system itu.

Contoh sederhana; tiap hari kita berteriak menyatakan “anti korupsi!,stop korupsi!”. Tapi kita membuat kebijakan-kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang membuka peluang terjadinya korupsi. Misalnya, penyelenggaraan pemilukada. Pemilukada memang sudah menjadi suatu hal yang serius, pemilihan ini mulai dari Presiden ,Gubernur ,Walikota, bahkan kepala desa itu dipilih langsung oleh rakyat (1 orang ,1 suara). Walaupun tiap hari sudah banyak kritik,karena kenyataannya partisipasi rakyat dalam pemungutan suara pemilukada itu ada yang sudah dibawah 50% jadi memang sudah tidak menarik minat masyarakat, tetapi untuk kampanye biayanya besar sekali, untuk pasang baliho, bakti sosial,untuk melakukan macam-macam kampanye itu biayanya sangat besar, jadi bayangkan untuk menjadi bupati itu orang bisa habis sampai 50,75, bahkan 100 Miliar untuk kampanye jadi kepala daerah. Rakyat kemudian dikasih uang, sembako, supaya milih, jadi di satu pihak kita antikorupsi, tapi itu kita buat system yang sebenarnya membuka peluang lebar-lebar terjadinya peluang untuk melakukan korupsi. Apabila calon itu menang jadi Kepala Daerah, tentu dia harus berpikir bagaimana caranya mengembalikan uang kampanye yang lalu,sebab gaji kepala daerah(Bupati) itu cuman berapa per-bulan? Mungkin tak sampai 10 juta, tunjangannya berapa. Akhirnya, perilaku koruptif itu marak terjadi. Relevansinya dengan tindak pidana korupsi, sekarang ini cara kita menangani korupsi justru hanya dengan law enforcement , tangkap orang, seret orang ke meja hijau. Secara hukum itu memang harus dilakukan, mereka yang melakukan kejahatan harus diambil suatu langkah hukum yang tegas agar tercapai keadilan dan kepastian, tapi yang juga perlu kita pikirkan,yang perlu kita laksanakan dalam negara ini adalah membangun system yang kuat.

Kalau kita cuman menangkap orang, begini misalnya; ada jalan rusak, tiap hari banyak kendaraan lewat disitu,banyak orang jalan,banyak orang menyebrang, tapi pemerintah tidak pernah memperbaiki jalan itu dibiarkan rusak, nanti disitu disediakan ambulans,dokter,paramedis terus kalau ada orang ditabrak dan kecelakaan, orang dinaikkan ke ambulans, dibawa ke RS. Atau misalnya ; disuatu daerah terkena wabah penyakit malaria,yang dilakukan apa ? drop pil-kina banyak-banyak, drop banyak obat,paramedis , bangun puskesmas sampai ke desa-desa lantas kalau sudah digigit nyamuk kena malaria akhirnya diobati, tapi inti persoalannya adalah bagaimana memberantas nyamuk malaria itu supaya tidak berkembang.

Oleh karena itu, ini sangat tergantung bagaimana sang creator system dalam konteks ini berarti sang pemimpin. Tentu pemimpin yang harus paham betul bagaimana caranya menata kehidupan bernegara kita. Kalau hanya mengandalkan popularitas,supaya perasaan orang senang itu mungkin tidak bisa menyelesaikan persoalan bangsa dan negara ini,karena negara ini bukan soal sim-salabim” dipimpin si X terus beres. Negara ini harus dipikirkan secara mendalam konsepnya seperti apa yang harus dijalankan dan kemudian ketika sudah memegang kekuasaan,bagaimana dia menjalankan kekuasaan negara untuk menciptakan suatu keadaan yang lebih baik untuk dapat membatasi, meminimalisasi, bahkan menghabisi korupsi itu. Yang juga harus kita cermati dengan sungguh-sungguh adalah pemberantasan korupsi itu harus dilaksanakan bukan saja oleh institusi(lembaga) yang memang konsisten dan bebas dari kepentingan dan hal-hal lain, artinya lembaga itu memang murni lembaga untuk menegakkan hukum,sekarang kita punya Kejaksaan,Kepolisian, dan KPK yang lebih lex specialis. Jangan sampai penindakan korupsi itu dilakukan dengan cara-cara yang sebenarnya korupsi juga, aparat penyidiknya, pimpinannya itu betul-betul harus di awasi dan bersih sebab hukum itu bisa bahaya kalau diserahkan kepada orang-orang yang inkompeten dan amoral ditambah lagi pengawasan yang tidak ketat dan inkonsisten itu hingga muncul yang disebut “maling teriak maling”. Ini harus kita cermati sungguh-sungguh jangan sampai penegakan hukum itu dicampuri oleh faktor-faktor politik, faktor kepentingan ekonomi, sentimen pribadi,dan sebagainya itu harus dijauhkan.
Bagaimana menurut saudara-saudari ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar